Monday 6 July 2015

"Terima Kasih"

Saat-saat pelepasan sudah hampir selesai. Peti akan ditutup setelah pihak keluarga cukup puas melihat jenazah untuk yang terakhir kalinya, walau kita semua tahu tidak akan ada yang mencapai perasaan cukup puas saat melihat orang terkasih untuk yang terakhir kalinya. Dalam situasi apapun sifat manusia yang selalu ingin lebih tetap ada.

Para petugas sudah membawa tutup peti ke dalam ruangan tempat jenazah disemayamkan. "Sudah ya? Petinya sudah mau ditutup," begitulah kata seorang petugas sambil mengencangkan tangannya yang membopong tutup peti. Tiba-tiba saja sebelum petugas semakin dekat dengan peti, dia yang menangis sedari tadi langsung mendekat dengan peti. Dia memegang tangan dari jasad yang terbaring di dalam peti itu. Sambil memandangi jasad yang sudah tenang terlelap, dengan nafas payah yang patah-patah, dia berkata, "terima kasih. Terima kasih untuk semuanya. Terima kasih."

Hari itu adalah pertama kalinya aku mendengar dia mengucap terima kasih kepada jasad dingin yang dulunya hangat itu. Aku sedih. Aku sangat sedih mendengarnya. Air mata tidak lagi dapat ditahan. Akupun berlari keluar untuk menenangkan diri.

Aku sedih bukan karena merasa kehilangan, bukan juga karena kasihan kepadanya yang meninggal atau kepada mereka yang ditinggalkan. Aku sedih karena takut. Aku takut jika aku tidak sempat menyampaikan rasa terima kasihku kepada orang-orang yang aku cintai. Aku takut mereka keburu pergi, keburu mati. Tak lagi mendengar, tak lagi merasakan. Lalu aku akan menyesal dan sedih karena tidak bisa lagi berbuat apa-apa agar mereka mendengarku. Aku tidak ingin mengalami itu. Aku tidak ingin lagi melewatkan kesempatan untuk menyampaikan rasa terima kasihku.

Terima kasih, terima kasih, terima kasih. Tidak akan pernah aku lewatkan... Lagi.


-Arjen L. Melkior