Monday 6 April 2015

Bersamamu

Seperti seorang anak kecil yang baru ditinggal anak tetangga karena sudah disuruh pulang oleh orangtuanya, aku langsung menekuk bibir, melipat tangan, dan membuang muka. Seperti anak kecil yang tak bisa apa-apa ketika teman mainnya disuruh pulang, aku tidak berdaya untuk memaksamu tetap tinggal bersamaku lebih lama. Segigih apapun aku berupaya agar kau bisa tetap tinggal, tali sopan santun sudah mengikatku sehingga niatku untuk memaksakan kehendak sudah terhenti sebelum aku melangkah jauh.

Aku adalah anak kecil itu, yang bermuram murja saat teman kesayangannya tersenyum halus sambil melambaikan tangan,  mengucap "sampai jumpa". Padahal aku masih belum mau berpisah, masih belum selesai melepas rindu hari kemarin. Namun aku tak bisa buat apa-apa. Aku ini hanya anak kecil yang naif, perintah orangtua bukan lawanku. Aku hanya bisa berdiam diri, memandangi punggungmu yang perlahan menjauh dan hilang dari pandanganku.

Sama seperti anak kecil yang alergi dengan kalimat "tenang, masih ada hari esok", aku begitu tidak sabaran ingin bertemu kamu lagi, ingin menghabiskan waktu bersama, kalau perlu aku ingin hingga tidurpun  dahiku dengan dahimu lebih dekat dibanding dahiku dengan hidungku sendiri. Lalu kita akan menjadi guling bagi satu sama lain. Saling mengahangatkan tubuh dalam pelukan hingga matahari terbit dan membangunkan kita.

Aku sangat menikmati setiap detak jantung yang berdetak saat aku bersamamu. Lebih-lebih lagi saat kita saling bicara, tak terhitung lagi seberapa bahagianya aku bisa menghabiskan waktu denganmu walau hanya bicara. Saling pandang saja pun aku rela korbankan waktu untuk itu, asal aku melakukannya denganmu.

Sama seperti sekelompok anak kecil yang menjadi teman main sehari-hari, waktu kita untuk bisa bersama begitu terbatas. Kita seperti diburu bom waktu yang siap meledak jika kita sudah kelewatan. Tapi, aku terlalu berbahagia untuk memusingkan diri berpikir soal diriku yang diburu-buru waktu. Berapapun waktu aku punya, aku tak peduli, sebentar atau lama yang penting aku bisa menikmati saat-saat bersamamu. Tak perlu itu khawatir dan gelisah. Khawatir dan gelisah hanya akan membuat waktu terbuang sia-sia. Setiap detik bersamamu begitu berharga.

Andai waktu bisa dibeli, aku akan kerja keras banting tulang agar bisa membeli waktu yang banyak, dan kelak waktu yang berlimpah itu akan ku habiskan dan ku nikmati dengamu.

***

Oh, Tuhan, apakah ini caraMu mengajariku makna dari "waktu adalah uang" ?

Jika memang begitu, ini sungguh cara yang luar biasa gila memompa adrenalinku, namun di saat yang bersamaan aku juga menikmatinya.
Gila. Tidak heran orang-orang menyebutMu "Tuhan yang maha esa".

***

Aku sungguh-sungguh ingin bersamamu. Panas atau hujan, derita atau bahagia, apapun itu yang akan kita lewati bersama, aku tidak peduli, aku akan tetap bersamamu, menjagamu, menyayangimu, mencintaimu. Aku ada untukmu.

- Arjen L. Melkior

No comments:

Post a Comment