Thursday 16 April 2015

Gulungan Rindu (II)

Aku terbangun dari tidur lelapku dan waktu yang ku lihat kemarin sedang berjalan, masih juga berjalan hingga kini. Waktu terus menerus berjalan memburu-buru diriku, seperti harimau lapar yang siap menerkam kapan saja.

Tak kenal lelah, tak pandang bulu; begitulah sikap waktu yang selalu saja mengejarku. Aku merasa seperti bagian dari sebuah rantai kejar-kejaran di mana aku menjadi orang paling apes dalam rantai itu karena diposisikan sebagai seorang yang mengejar sekaligus dikejar.

Aku adalah orang apes itu yang mengejar keinginan dan cita-cita sambil dikejar-kejar waktu.

Ah, kangen betul aku dengan dia. Aku ingin sekali segera ketemu dia. Ingin cepat-cepat menyelesaikan berbagai tanggung jawab agar bisa cepat-cepat menghampiri dia. Iya, aku harus bergegas, aku harus berlari, sebelum hari gelap aku harus segera menyelesaikan berbagai urusan tetek bengek. Jika tidak, aku akan keduluan jarum jam yang sudah lewat batas sore dan kehilangan kesempatan bercengkrama dengan dia.

Ya Tuhan, bagaimana aku bisa mempercepat urusan yang tak bisa diburu-buru? Kemampuanku belum sebanding untuk itu. Tapi waktu terus mengejarku, dan kepalaku bisa meletup-letup jika melewatkan kesempatan untuk bisa bertemu dia.
Untuk sesaat, segala tanggung jawab yang harus ku kerjakan membuat aku merasa seperti pelari maraton dengan batu-batu kali yang terikat pada kakiku. Pergerakan terhambat, waktu mengejar, terburu-buru, gelisah, tersandung.

Tapi aku tidak semurah itu! Persetan dengan batas kemampuan, ini justru bukan hambatan, tapi proses untuk melatihku melampaui batas. Ya, aku tidak semurah itu. Keinginanku untuk bertemu dengannya jauh lebih besar dari tembok hambatan yang menghalangiku.

Demi dia, aku rela gila-gilaan menjadi mendadak rajin yang tidak pugu agar selesai segala urusan. Demi dia, aku rela tak kenal lelah menerjang berbagai hambatan. Demi dia, aku mau lari lebih cepat, walau hasil tak selalu sama, perjuangan tidak akan sia-sia. Ketika langkah lari makin ringan dan kepala makin dingin, tanpa dinyana, aku sudah bertekuk lutut di sudut kerlingnya. Dan pada saat itulah aku akan segera melepas rindu, mendekap dirinya, seiring menyombong kepada waktu yang tak sempat menerkam dan tertinggal jauh.

***

Iya, sayang. Demi ketemu kamu, aku rela main kejar-kejaran. Walau kejar-kejaran kali ini tak semenyenangkan waktu aku kecil.

- Arjen L. Melkior


No comments:

Post a Comment