Friday 20 March 2015

Surat dari Tersangka Kasus Penyalahgunaan Usaha

Kepada Yth:
Penggugat


Hati dan pikiranku adalah sebuah rumah yang aku sebut rumah jiwa. Rumah itu sudah pernah melewati berbagai cuaca, diguncang sekian gempa, dan dimakan waktu.  Aku begitu kapok dan takut akan terulangnya lagi berbagai bencana itu. Maka aku dirikan tembok-tembok kebencian dan ketidakpedulian yang begitu kokoh agar rumah jiwaku yang sudah rusak ini tidak semakin rusak.

Suatu hari, kamu datang dengan rasa ingin tahu, kebaikan, dan adat anti-menyerahmu. Kamu tanpa ragu menghancurkan tembok-tembok itu dengan tiga hal yang kamu bawa itu sehingga nampaklah rumah jiwaku yang bobrok ini. Kamu menemaniku, memperlakukanku dengan sangat baik, tak luput pula perhatianmu itu dari kesadaran untuk memotivasiku agar menjadi lebih baik dari sebelumnya dan berhenti menyelimuti rumah jiwaku di balik tembok-tembok kebencian dan ketidakpedulian.  Kamu telah sukses membawa kembali angan, harapan, dan keyakinanku yang lama telah hilang.

Aku menyukaimu. Tapi, ketulusanmu dalam segala hal yang kamu lakukan mendewasakan "suka" menjadi "sayang" dan menghadirkan hal baru pula dalam diriku, "cinta". Aku tidak main-main. Aku betul-betul merasa demikian. Aku betul-betul dengan tulus menyayangimu. Aku tidak dipaksa atau terpaksa. Menyayangi ataupun mencintaimu ibarat sesuatu yang sudah mengalir begitu saja di dalam pembulu darahku. Kamu pun memang berhak untuk disayangi, dicintai, dilindungi, dan diperhatikan.

Maka perlahan-lahan aku mulai membangun kembali rumah jiwaku dengan segala ketulusan. Aku bangun kembali rumah jiwaku dengan cita-cita bisa membahagiakanmu dan memperlakukanmu sebaik-baiknya seorang manusia. Aku sangat ingin melakukan yang terbaik untukmu. Aku sangat berhati-hati, malah mugkin terlalu hati-hati karena saking takut salah langkah.

Namun, aku rupanya masih terlalu bego, terlalu sok tahu dan buru-buru dalam membangun kembali rumah jiwaku. Aku terlalu keras, aku memforsir diriku untuk melakukan yang terbaik. Dan tanpa aku sadari, ketika aku berusaha terlalu keras, hasilnya malah berantakan, banyak kesalahan, perhatianku kurang detil dan merata.

Lebih begonya lagi, aku tidak langsung menyadarinya. Aku masih terlalu keras berusaha sampai kamu marah, kesal, sedih, kecewa, dan sakit. Kata-katamu yang berbalut kesedihan, kekecewaan, serta rasa sakit itu bagai badai yang datang dan memorak-porandakan sebagian dari rumah jiwaku.

Aku sedih, bukan karena rumah jiwaku diterpa badai. Aku sedih karena baru menyadari betapa jeleknya rumah jiwa yang aku bangun demi dirimu itu. Iya, aku sedih. Tapi aku tidak marah biarpun kamu telah mendatangkan badai bagi rumah jiwaku.

Badai itu merupakan berkah bagiku. Suatu hantaman untuk menyadarkanku agar aku tidak melangkah lebih jauh ke dalam jurang kesesatan yang berujung pada kesengsaraan.

*
Maafkan aku lantaran bego
Bego karena tidak menyadari kesalahan dalam cara-caraku memperlakukanmu

Maafkan aku lantaran apatis
Apatis karena masih saja kurang memperhatikan dengan detil

Maafkan aku lantaran egois
Egois karena terkadang terlalu memikirkan hanya apa yang tersimpan di pikiranku tanpa menanyakan apa yang kamu pikirkan

Maafkan aku lantaran kurang jujur
Kurang jujur soal kesedihanku

Maafkan aku lantaran malu
Malu karena takut dianggap selamanya cengeng dan bego

Maafkan aku lantaran takut
Takut mengecewakanmu sehingga aku terlalu hati-hati dan malah membuat kesalahan

Maaf, di luar kesadaranku, ternyata aku bego, apatis, kurang jujur, pemalu, dan penakut. Namun, ketahuilah, tak pernah ada sedikitpun maksud di dalam benakku untuk memperlakukanmu dengan tidak baik apalagi sampai mengecewakanmu. Aku hanya ingin melakukan yang terbaik untukmu. 

Tapi, lagi-lagi aku lupa. Terkadang, apa yang kita kira adalah sesuatu yang terbaik, ternyata bukan sesuatu yang terbaik juga bagi orang lain.

*

Terima kasih sudah  menyadarkanku sebelum terlalu jauh. Terima kasih, kamu telah mempercayaiku dan jujur kepadaku soal perasaanmu. Terima kasih.

Kini, dengan segala kesadaran dan kemauan untuk berkembang yang aku miliki, aku ingin memperbaiki kembali rumah jiwaku. Aku ingin mencintaimu dengan benar - dengan sederhana.

Salam sayang,
Tersangka Kasus Penyalahgunaan Usaha




-Arjen L. Melkior

No comments:

Post a Comment